Kerjasama Organ dalam Proses Glukosa
Kerjasama Organ dalam Proses Glukosa
Banyak organ dan hormon yang terlibat dalam proses hemostasis glukosa. Ternyata, insulin tidak bekerja sendiri. Banyak hormon lain yang mendukung kerja insulin.
Semua ahli sepakat bahwa glukosa merupakan sumber energi paling penting untuk tubuh, terutama fungsi otak yang bergantung pada ketersediaan glukosa. Dalam kondisi fisiologis, glukosa adalah bahan bakar metabolik satu-satunya untuk otak, sementara organ lain bisa mendapat energi dari mengoksidasi asam lemak dan glukosa. Maka, hemostasis glukosa berperan penting dalam mensuplai kebutuhan glukosa tubuh.
Meski begitu, menurut Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji, Sp.PD-KEMD dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI, hemostasis glukosa dipengaruhi oleh interaksi berbagai organ dalam tubuh. “Terjadi komunikasi (cross talk) antara senyawa-senyawa yang dihasilkan organ-organ tersebut, dalam mempertahankan kadar glukosa darah di kisaran normal demi kelangsungan hidup,” ujar Prof. Sarwono.
Mekanisme ini sangat efektif, sehingga jarang terjadi hipoglikemia atau kadar gula darah yang rendah di bawah normal pada orang sehat. Hipoglikemia biasanya terjadi pada orang-orang yang menggunakan obat-obatan penurun kadar glukosa (seperti insulin, sulfonilurea atau alkohol). Organ-organ dan hormon-hormon yang terlibat dalam proses hemostasis glukosa meliputi:
• Pankreas: sel alfa-glukagon; sel beta-insulin dan Amylin; sel delta-somatostatin, sel-sel gamma-polipeptida pankreatik.
• Adrenal: Medulla-catecholamine, epinephrine dan adrenal korteks—kortisol
• Hati: lokasi pusat homeostasis energi, seperti glikogenesis dan glukoneogenesis
• Otot: glikogenolisis dan klirens glukosa
• Sel-sel lemak: sebagai tempat penyimpanan lemak dan sumber adipositokin
• Usus: Inkretin, kolesistokinine dan polipeptida intestinal
• Hipofisis: hormon pertumbuhan, ACTH
• Hipotalamus: Sentral—lokasi regulatori neuronal homeostasis energi
Homeostasis Glukosa
Menurut Prof. Sarwono, glukosa dalam darah berasal dari tiga sumber: penyerapan usus, glikogenolisis dan glukoneogenesis. Sebagian besar jaringan memiliki sistim enzim yang dibutuhkan untuk mensintesa (sintesa glikogen) dan hidroliza (posforilisasi) glikogen. Tetapi, hanya hati dan ginjal yang mengekspresikan glucose 6 phosphatase, enzim yang dibutuhkan untuk melepaskan glukosa ke dalam sirkulasi.
Hati dan ginjal juga mengekspresikan enzim yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis (pyruvate carboxylase, phosphoenolpyruvate carboxykinase, dan fructose-1, 6 biphosphatase). Glukosa digunakan oleh semua sel-sel tubuh , tetapi sebagian besar digunakan di otak untuk mempertahankan fungsi sel otak, otot untuk mempertahankan kontraksi otot dan sel-sel lemak sebagai tempat penyimpanan energi.
Hati sangat penting dalam metabolisme energi, sebagai konduktor dari suatu orkestra yang cantik bernama homeostasis glukosa, bersamaan dengan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein. Itu karena di hati terjadi proses glikogenesis, glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Regulator kunci homeostasis glukosa yang terlibat dalam reaksi biokimia dua arah, adalah Fructose Biphosphate yang meningkat kadarnya setelah makan melalui aktifasi jalur pentose shunt. Kemudian, senyawa ini menghasilkan reaksi biokimia glukosa membentuk pyruvate. Lalu, pyruvate berreaksi lebih jauh dalam siklus TCA untuk mendapatkan energy yang dibutuhkan oleh sel dan pembentukan Acetyl coA, asam lemak dan trigliserida untuk simpanan lemak.
Sementara dalam kondisi puasa, fructose biphosphate akan berada dalam jumlah yang lebih kecil. Sehingga, reaksi biokimia glukosa akan diarahkan untuk membentuk glucose 6 phosphate dan kemudian menjadi glukosa, untuk memenuhi kebutuhan glukosa agar tersedia energi yang cukup.
Senyawa kedua yang tak kalah penting adalah Malonyl CoA, yang kadarnya juga akan meningkat selama makan. Malonyl CoA akan menghambat CPT1 (carnitine palmitoyl transferase-1) dan menghasilkan reaksi biokimia Fatty Acyl CoA, untuk menghasilkan asam lemak dan kemudian menjadi trigliserida sebagai simpanan energi.
Sekresi Insulin dan Regulasi Pelepasan Insulin
Insulin memiliki peran penting dalam hemostasis glukosa yang sangat rumit, mengkoordinasikan semua rangkaian proses melalui suatu mekanisme yang sangat rumit. Karenanya, tidak heran kalau ada begitu banyak faktor yang mempengaruhi sekresi insulin. Sel beta pankreas berfungsi sebagai suatu sensor bahan baker, yang memberi respon terhadap perubahan kadar substrat energi plasma.
Sel beta melepaskan energi, sebagai respon terhadap sinyal terintegrasi dari nutrisi (glukosa, asam amino, asam lemak), hormone (insulin, glukagon like peptide-1, somatostatin, dan epinephrine) dan neurotransmitter (norepinephrine dan acetylcholine).
Efek glukosa pada pelepasan insulin, dimediasi oleh metabolisme glukosa oleh sel beta, generasi intermediate metabolik dan peningkatan ion Ca intraseluler yang diinduksi glukosa. Asam amino dapat menstimulasi pelepasan insulin, melalui peningkatan ion Ca intraseluler. Asam lemak juga memiliki efek pada pelepasan insulin, melalui mekanisme yang sama.
Faktor-faktor lain yang memperbesar pelepasan insulin dari sel beta sebagai respon terhadap glukosa, meliputi asetilkolin, kolesistokinin, polipeptida gastrointestinal dan GLP-1, serta hormon lain dan juga impulse dari regulator pusat. Karena sel beta memiliki reseptor insulin, insulin dapat juga meregulasi pelepasan dirinya melalui mekanisme autocrine regulatory fed forward. Selain menjadi stimulus dasar pelepasan insulin dari sel-sel beta, glukosa memiliki efek permisif modulator sekresi insulin lainnya.
Diabetes mellitus
Secara normal, insulin mengendalikan homeostasis melalui stimulasi ambilan glukosa ke dalam jaringan peripheral dan, dengan menekan pelepasan lipid yang tersimpan di jaringan adipose. Gangguan sekresi dan kerja insulin pada pasien diabetes, menyebabkan berbagai abnormalitas metabolik pada pasien diabetes tipe 2, termasuk hiperglikemia. Peningkatan glukosa dan lipid, lebih lanjut dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin dan menyebabkan kerusakan jaringan lainnya.
Dalam perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 2, cepat atau lambat sel beta menjadi kelelahan dan mengalami kegagalan. Ada banyak faktor yang menyebabkan kegagagalan sel beta. Meliputi lipotoksistas dan glukotoksisitas, penurunan efek inkretin, resistensi insulin, usia, TNF alfa, faktor genetik dan sebagainya.
Implikasi pada Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2
Dalam pengelolaan diabetes melitus tipe 2, selain mencegah komplikasi vaskuler, mempertahankan sel beta juga perlu diperhitungkan. Bagaimana pun, modalitas pengobatan yang ada saat ini untuk diabetes melitus tipe 2, gagal untuk melakukan hal ini. Data penelitian menggunakan model binatang menunjukkan, beberapa obat antidiabetes memiliki efek mempertahankan sel beta. Tetapi, sejauh ini belum ada data pada manusia.
Insulin secretagogues dapat menstimulasi sel beta, tetapi cenderung efikasinya bersifat sementara dan dilaporkan dapat menyebabkan hipoglikemia. Obat ini juga dapat menyebabkan stress sel beta (endoplasmic stress) dan kerusakan permanen. Sementara itu, Metformin mengaktifkan 5-AMP activated protein kinase (AMPK) untuk menstimulasi glikolisis dan oksidasi asam lemak, yang mungkin memiliki efek pada kerja insulin di hati dan steatosis. Tetapi mungkin juga memiliki efek merusak fungsi otot atau sel beta. Thiazolidinedione (TZD) adalah ligand PPAR gamma. Selain mengaktifasi AMPK, juga menstimulasikan adipogenesis dan redistribusi lipid dari hati dan otot ke dalam jaringan adipose. Meski begitu, penambahan berat badan dan retensi cairan merupakan efek samping yang sering ditemukan. Hepatotoksisitas dan peningkatan risiko CHF, adalah aspek negative lain dari obat ini.
Terapi berbasis inkretin berisiko rendah menyebabkan hipoglikemia. GLP-1 hampir dapat mengembalikan GSIS pada pasien diabetes. Obat ini juga memiliki potensi sebagai antiapoptosis dan meregenerasi sel beta. Hal ini masih dalam penelitian.
Banyak organ dan hormon yang terlibat dalam proses hemostasis glukosa. Ternyata, insulin tidak bekerja sendiri. Banyak hormon lain yang mendukung kerja insulin.
Semua ahli sepakat bahwa glukosa merupakan sumber energi paling penting untuk tubuh, terutama fungsi otak yang bergantung pada ketersediaan glukosa. Dalam kondisi fisiologis, glukosa adalah bahan bakar metabolik satu-satunya untuk otak, sementara organ lain bisa mendapat energi dari mengoksidasi asam lemak dan glukosa. Maka, hemostasis glukosa berperan penting dalam mensuplai kebutuhan glukosa tubuh.
Meski begitu, menurut Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji, Sp.PD-KEMD dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI, hemostasis glukosa dipengaruhi oleh interaksi berbagai organ dalam tubuh. “Terjadi komunikasi (cross talk) antara senyawa-senyawa yang dihasilkan organ-organ tersebut, dalam mempertahankan kadar glukosa darah di kisaran normal demi kelangsungan hidup,” ujar Prof. Sarwono.
Mekanisme ini sangat efektif, sehingga jarang terjadi hipoglikemia atau kadar gula darah yang rendah di bawah normal pada orang sehat. Hipoglikemia biasanya terjadi pada orang-orang yang menggunakan obat-obatan penurun kadar glukosa (seperti insulin, sulfonilurea atau alkohol). Organ-organ dan hormon-hormon yang terlibat dalam proses hemostasis glukosa meliputi:
• Pankreas: sel alfa-glukagon; sel beta-insulin dan Amylin; sel delta-somatostatin, sel-sel gamma-polipeptida pankreatik.
• Adrenal: Medulla-catecholamine, epinephrine dan adrenal korteks—kortisol
• Hati: lokasi pusat homeostasis energi, seperti glikogenesis dan glukoneogenesis
• Otot: glikogenolisis dan klirens glukosa
• Sel-sel lemak: sebagai tempat penyimpanan lemak dan sumber adipositokin
• Usus: Inkretin, kolesistokinine dan polipeptida intestinal
• Hipofisis: hormon pertumbuhan, ACTH
• Hipotalamus: Sentral—lokasi regulatori neuronal homeostasis energi
Homeostasis Glukosa
Menurut Prof. Sarwono, glukosa dalam darah berasal dari tiga sumber: penyerapan usus, glikogenolisis dan glukoneogenesis. Sebagian besar jaringan memiliki sistim enzim yang dibutuhkan untuk mensintesa (sintesa glikogen) dan hidroliza (posforilisasi) glikogen. Tetapi, hanya hati dan ginjal yang mengekspresikan glucose 6 phosphatase, enzim yang dibutuhkan untuk melepaskan glukosa ke dalam sirkulasi.
Hati dan ginjal juga mengekspresikan enzim yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis (pyruvate carboxylase, phosphoenolpyruvate carboxykinase, dan fructose-1, 6 biphosphatase). Glukosa digunakan oleh semua sel-sel tubuh , tetapi sebagian besar digunakan di otak untuk mempertahankan fungsi sel otak, otot untuk mempertahankan kontraksi otot dan sel-sel lemak sebagai tempat penyimpanan energi.
Hati sangat penting dalam metabolisme energi, sebagai konduktor dari suatu orkestra yang cantik bernama homeostasis glukosa, bersamaan dengan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein. Itu karena di hati terjadi proses glikogenesis, glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Regulator kunci homeostasis glukosa yang terlibat dalam reaksi biokimia dua arah, adalah Fructose Biphosphate yang meningkat kadarnya setelah makan melalui aktifasi jalur pentose shunt. Kemudian, senyawa ini menghasilkan reaksi biokimia glukosa membentuk pyruvate. Lalu, pyruvate berreaksi lebih jauh dalam siklus TCA untuk mendapatkan energy yang dibutuhkan oleh sel dan pembentukan Acetyl coA, asam lemak dan trigliserida untuk simpanan lemak.
Sementara dalam kondisi puasa, fructose biphosphate akan berada dalam jumlah yang lebih kecil. Sehingga, reaksi biokimia glukosa akan diarahkan untuk membentuk glucose 6 phosphate dan kemudian menjadi glukosa, untuk memenuhi kebutuhan glukosa agar tersedia energi yang cukup.
Senyawa kedua yang tak kalah penting adalah Malonyl CoA, yang kadarnya juga akan meningkat selama makan. Malonyl CoA akan menghambat CPT1 (carnitine palmitoyl transferase-1) dan menghasilkan reaksi biokimia Fatty Acyl CoA, untuk menghasilkan asam lemak dan kemudian menjadi trigliserida sebagai simpanan energi.
Sekresi Insulin dan Regulasi Pelepasan Insulin
Insulin memiliki peran penting dalam hemostasis glukosa yang sangat rumit, mengkoordinasikan semua rangkaian proses melalui suatu mekanisme yang sangat rumit. Karenanya, tidak heran kalau ada begitu banyak faktor yang mempengaruhi sekresi insulin. Sel beta pankreas berfungsi sebagai suatu sensor bahan baker, yang memberi respon terhadap perubahan kadar substrat energi plasma.
Sel beta melepaskan energi, sebagai respon terhadap sinyal terintegrasi dari nutrisi (glukosa, asam amino, asam lemak), hormone (insulin, glukagon like peptide-1, somatostatin, dan epinephrine) dan neurotransmitter (norepinephrine dan acetylcholine).
Efek glukosa pada pelepasan insulin, dimediasi oleh metabolisme glukosa oleh sel beta, generasi intermediate metabolik dan peningkatan ion Ca intraseluler yang diinduksi glukosa. Asam amino dapat menstimulasi pelepasan insulin, melalui peningkatan ion Ca intraseluler. Asam lemak juga memiliki efek pada pelepasan insulin, melalui mekanisme yang sama.
Faktor-faktor lain yang memperbesar pelepasan insulin dari sel beta sebagai respon terhadap glukosa, meliputi asetilkolin, kolesistokinin, polipeptida gastrointestinal dan GLP-1, serta hormon lain dan juga impulse dari regulator pusat. Karena sel beta memiliki reseptor insulin, insulin dapat juga meregulasi pelepasan dirinya melalui mekanisme autocrine regulatory fed forward. Selain menjadi stimulus dasar pelepasan insulin dari sel-sel beta, glukosa memiliki efek permisif modulator sekresi insulin lainnya.
Diabetes mellitus
Secara normal, insulin mengendalikan homeostasis melalui stimulasi ambilan glukosa ke dalam jaringan peripheral dan, dengan menekan pelepasan lipid yang tersimpan di jaringan adipose. Gangguan sekresi dan kerja insulin pada pasien diabetes, menyebabkan berbagai abnormalitas metabolik pada pasien diabetes tipe 2, termasuk hiperglikemia. Peningkatan glukosa dan lipid, lebih lanjut dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin dan menyebabkan kerusakan jaringan lainnya.
Dalam perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 2, cepat atau lambat sel beta menjadi kelelahan dan mengalami kegagalan. Ada banyak faktor yang menyebabkan kegagagalan sel beta. Meliputi lipotoksistas dan glukotoksisitas, penurunan efek inkretin, resistensi insulin, usia, TNF alfa, faktor genetik dan sebagainya.
Implikasi pada Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2
Dalam pengelolaan diabetes melitus tipe 2, selain mencegah komplikasi vaskuler, mempertahankan sel beta juga perlu diperhitungkan. Bagaimana pun, modalitas pengobatan yang ada saat ini untuk diabetes melitus tipe 2, gagal untuk melakukan hal ini. Data penelitian menggunakan model binatang menunjukkan, beberapa obat antidiabetes memiliki efek mempertahankan sel beta. Tetapi, sejauh ini belum ada data pada manusia.
Insulin secretagogues dapat menstimulasi sel beta, tetapi cenderung efikasinya bersifat sementara dan dilaporkan dapat menyebabkan hipoglikemia. Obat ini juga dapat menyebabkan stress sel beta (endoplasmic stress) dan kerusakan permanen. Sementara itu, Metformin mengaktifkan 5-AMP activated protein kinase (AMPK) untuk menstimulasi glikolisis dan oksidasi asam lemak, yang mungkin memiliki efek pada kerja insulin di hati dan steatosis. Tetapi mungkin juga memiliki efek merusak fungsi otot atau sel beta. Thiazolidinedione (TZD) adalah ligand PPAR gamma. Selain mengaktifasi AMPK, juga menstimulasikan adipogenesis dan redistribusi lipid dari hati dan otot ke dalam jaringan adipose. Meski begitu, penambahan berat badan dan retensi cairan merupakan efek samping yang sering ditemukan. Hepatotoksisitas dan peningkatan risiko CHF, adalah aspek negative lain dari obat ini.
Terapi berbasis inkretin berisiko rendah menyebabkan hipoglikemia. GLP-1 hampir dapat mengembalikan GSIS pada pasien diabetes. Obat ini juga memiliki potensi sebagai antiapoptosis dan meregenerasi sel beta. Hal ini masih dalam penelitian.
Tidak ada komentar
Posting Komentar