Menjaring Pasien Prediabetes


Jakarta Dibetes Meeting 2009

Menjaring Pasien Prediabetes

FPG dan IGT adalah tanda awal, sebelum seseorang mengalami diabetes. Menerapi IGT dan FPG, bisa menunda onset diabetes dan melindungi sel beta.

Meningkatnya prevalensi diabetes tipe 2 di seluruh dunia, menarik perhatian pihak berwenang di berbagai negara. Tetapi, yang lebih menjadi perhatian adalah prevalensi orang dengan kondisi prediabetes—ditandai gangguan toleransi glukosa (impaired glucose tolerance [IGT ]) dan gangguan glukosa puasa (impaired fasting glucose [IFG]) (prediabetes)—yang ternyata lebih besar.

“Orang dengan intoleransi glukosa, memiliki risiko yang tinggi mengalami diabetes dan penyakit kardiovaskuler,” ujar Prof. Dr. dr. A. Boedisantoso Sp.PD-KEMD pada Jakarta Diabetes Meeting, 10-11 Oktober 2009, di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta. Hal ini terbukti dalam penelitiannya di Kayu Putih. Jakarta.

Prof. Boedisantoso dan kawan-kawan melakukan pengujian OGTT terhadap pasien yang telah mengalami IGT selama 11 tahun di Kayu Putih, Jakarta. Mereka menemukan, 52% pasien mengalami diabetes mellitus, 5,9% tetap IGT dan 42,1% kembali menjadi normal. Tetapi tidak menyebut apa pun mengenai IFG. Jika bisa menjaring semua orang dengan prediabetes dan diberikan terapi, angka kejadian diabetes atau komplikasi diabetes bisa diturunkan.

Menurut Zimmet, IGT dan IFG adalah dua kondisi metabolik yang berbeda. Tidak mengherankan jika memiliki angka prevalensi yang berbeda. Pada sebagian besar populasi, IGT dianggap lebih banyak jumlahnya daripada IFG. Jarang sekali, seorang penderita memiliki dua kondisi tersebut. Orang yang mengalami IGT, jarang mengalami IFG dan orang dengan IFG jarang yang mengalami IGT.

Patofisologi IFG meliputi penurunan sensitifitas insulin hepatik, disfungsi sel beta stasionari dan/atau massa sel beta yang rendah secara kronis, gangguan sekresi glucagon-like peptide-1 dan peningkatan sekresi glucagon yang tidak tepat. Sebaliknya, IGT ditandai oleh penurunan sensitifitas insulin peripheral, sensitifitas insulin hepatic mendekati normal, penurunan progresif fungsi sel beta, penurunan sekresi polipeptida insulinotropik yang bergantung glukosa dan peningkatan sekresi glukagon yang tidak tepat.

Etiologi IFG dan IGT, juga tampak berbeda. IFG berhubungan dengan faktor genetic, merokok dan jenis kelamin pria. Sementara, IFG berhubungan dengan kurang gerak, pola makan tidak benar dan tinggi tubuh yang pendek.

“Saat diabetes tipe 2 sudah bermanifestasi, maka sudah terlambat untuk membalikkan efek glukotoksik dari hiperglikemia pada fungsi sel beta,” kata dr. Soeharko Soebardi, Sp.PD-KEMD dari FKUI, Jakarta. Meningkatnya angka penderita diabetes dan besarnya konsekuensi jangka panjang dari diabetes, mendukung usaha mencegah terjadinya diabetes, dengan harapan morbidtas dan mortalitas akibat penyakit ini akan turun.

Karena tidak ada data yang menunjukkan manfaat pengobatan diabetes pada komplikasi jangka panjang, sebagian besar ahli meyakini bahwa dengan memberikan intervensi sejak dini, kita dapat menunda onset diabetes dan menunda pengobatan yang dibutuhkan untuk diabetes. Selain itu, dengan memberikan intervensi lebih dini maka fungsi sel beta bisa dipertahankan dan kemungkinan komplikasi kardiovaskuler dan mikrovaskuler, bisa ditunda atau dicegah.

A1C sebagai cara mendiagnosa diabetes

Pada kesempatan itu, dr. Dante Saksono Harbuwono Sp.PD-KEMd menyatakan banyak kekurangan dari penggunaan OGTT dan FPG, sebagai cara mendiagnosa diabetes. Misalnya, kedua metode itu mengharuskan pasien berpuasa selama 8 jam dan pemeriksaan FPG harus dilakukan dua kali. Terlebih lagi, berbagai penelitian menunjukkan, sensitifitas pemeriksaan FPG tidak sebesar yang diharapkan. Hampir sepertiga orang dengan diabetes, tetap tidak terdeteksi dengan cara ini.

Dr. Dante mengatakan, pemeriksaan hemoglobin terglikasi (glycated haemoglobin [A1C]) telah diajukan sebagai pemeriksan alternative untuk diabetes tipe 2. Kadar A1C adalah rata-rata kadar glukosa darah dalam 2-3 bulan sebelumnya. Akurasi pemeriksan A1C dipengaruhi oleh adanya haemoglobinopathy atau gagal ginjal,, serta kesalahan laboratorium atau penggunaan obat-obatan tertentu. Dibandingkan OGTT, pemeriksana A1c lebih cepat dan lebih nyaman untuk pasien. Pemeriksan A1c bisa dilakukan kapan saja. A1c juga dapat dianalisa dengan hanya sedikit sampel darah yang diambil dari jari, yang kemudian dikirim ke laboratorium pusat untuk dianalisa.

Tidak ada komentar